Sunday, March 11, 2018

Kunci Kebahagiaan dalam Rumahtangga


Dua Orang Baik tapi Mengapa Perkawinan Tidak Bahagia?

Saya melihat dan mendengar ketidakberdayaan dalam perkawinan ayah dan ibu, sekaligus merasakan betapa baiknya mereka. Seharusnya mereka layak mendapat perkawinan yang baik. Saya bertanya pada diri sendiri, "Dua orang yang baik mengapa tidak diiringi dengan perkawinan yang bahagia?"

Setelah dewasa, akhirnya saya memasuki perkawinan dan perlahan-lahan saya mengetahui jawaban itu...

Anehnya, saya tidak merasa bahagia dan suamiku sepertinya juga tidak bahagia. Saya merenung, mungkin rumah kurang bersih, masakan tidak enak, lalu dengan giat saya membersihkan rumah dan memasak dengan sepenuh hati.

Namun, rasanya, kami berdua tetap tidak bahagia. Hingga suatu hari, ketika saya sedang sibuk membersihkan rumah, suami saya berkata, "temani aku sejenak mendengar alunan musik!"
Dengan mimik tidak senang saya berkata, "Apa tidak melihat masih ada separoh lantai lagi yang belum dipel?"

Ada beberapa kesadaran muncul...

"Aku membutuhkanmu untuk menemaniku... Rumah kotor sedikit tidak apa-apa.." ujar suamiku.
Saya kira dia perlu rumah yang bersih, ada yang memasak, dst.
"Yang paling kuharapkan adalah kau bisa lebih sering menemaniku."



Di masa awal perkawinan, saya juga sama seperti ibu, berusaha menjaga keutuhan keluarga, rajin bekerja dan mengatur rumah dengan sungguh2 berusaha memelihara perkawinan sendiri.

Begitu kata-kata ini terlontar, saya pun termenung, kata-kata yang sangat tidak asing di telinga, dalam perkawinan ayah dan Ibu. Saya sedang mempertunjukkan kembali perkawinan ayah dan ibu, sekaligus mengulang kembali ketidakbahagiaan dalam perkawinan mereka. 

Saya hentikan sejenak pekerjaan saya, lalu memandang suamiku, dan teringat akan ayah yang tidak mendapat apa yang dia butuhkan dalam perkawinannya.

Waktu ibu habis untuk membersihkan rumah pada hal yg dibutuhkan ayah adalah menemaninya. Terus menerus mengerjakan urusan rumah tangga adalah cara ibu dalam mempertahankan perkawinan. Ia memberi ayah sebuah rumah yang bersih namun ibu jarang menemani ayah. Ia berusaha mencintai ayah dengan caranya.

KESADARAN MEMBUAT SAYA MEMBUAT KEPUTUSAN YANG SAMA
Saya hentikan sejenak pekerjaan saya, lalu duduk di sisi suami, menemaninya mendengar musik, dan dari kejauhan, saat memandangi kain pel di atas lantai seperti menatapi nasib ibu.
Saya bertanya pada suamiku, "Apa yang kau butuhkan?"

Ternyata sia-sia semua pekerjaan yang saya lakukan, hasilnya benar-benar membuat saya terkejut. Kami meneruskan menikmati kebutuhan masing-masing, dan baru saya sadari ternyata dia juga telah banyak melakukan pekerjaan yang sia-sia, kami memiliki cara masing-masing bagaimana mencintai, namun, bukannya cara yang diinginkan pasangan kita.

Sejak itu, saya menderetkan sebuah daftar kebutuhan suami, dan meletakkanya di atas meja. Begitu juga suamiku, dia menderetkan sebuah daftar kebutuhanku.

Puluhan kebutuhan yang panjang dan jelas. Misal: Waktu senggang menemani pihak kedua mendengar musik, saling memeluk setiap pagi, memberi sentuhan selamat jalan bila berangkat, dstnya.

Beberapa hal cukup mudah dilaksanakan, tapi ada juga yang sulit. Misal: "dengarkan aku, jangan memberi komentar". Ini adalah kebutuhan suami.

Kalau saya memberinya usul, dia bilang dirinya merasa tampak seperti orang bodoh. Menurutku, ini benar-benar masalah gengsi laki-laki.

Saya juga meniru suami tidak memberikan usul, kecuali dia bertanya, kalau tidak saya hanya mendengarkan dengan serius...

Bagi saya ini benar-benar sebuah jalan yang sulit dipelajari, namun jauh lebih bermakna dalam pernikahan kami...

Bertanya pada pasangan kita, "Apa yang kau inginkan?" ternyata dapat menghidupkan pernikahan.

Kini, saya tahu kenapa perkawinan ayah dan ibu tidak bisa bahagia, 
MEREKA TERLALU BERSIKERAS MENGGUNAKAN CARA SENDIRI DALAM MENCINTAI PASANGANNYA, BUKAN MENCINTAI PASANGANNYA DENGAN CARA YANG DIINGINKAN PASANGANNYA.

Kita mungkin sangat lelah melayani pasangan kita, namun dia tidak menghargai... Akhirnya kita kecewa dan hancur.
Allah telah menciptakan perkawinan, maka menurut saya, SETIAP ORANG PANTAS DAN LAYAK MEMILIKI SEBUAH PERKAWINAN YANG BAHAGIA, asalkan cara yang kita pakai itu tepat, menjadi orang yang dibutuhkan oleh pasangan kita!

*Satria Hadi Lubis*

Semoga kita semua dapat pengajaran dari cerita ini. Untuk panduan saya juga :)

Cerita ini saya ambil dari Group FB Buah Hatiku
https://www.facebook.com/BuaHatiKu/posts/1657756064296776

0 comments:

Post a Comment

Komen daripada pembaca amat dialukan-alukan.
Sebutir kata yang dihasilkan boleh mengubah seseorang kepada yang lebih baik.

About Me